JAKARTA, REQnews - “Gadis Pantai bersamaan dengan Sang Pemula, keduanya karya Pramoedya Ananta Toer terbitan Hasta Mitra diberangus oleh Jaksa Agung rezim Orde Baru pada tahun 1987. Alasannya: Buku-buku itu menyebarluaskan marxisme-leninisme yang terlarang!"Demikian paragraf pertama Catatan Penyunting dalam novel Gadis Pantai terbitan Hasta Mitra edisi 2000. Rangkaian kalimat yang sudah cukup menggambarkan betapa mengerikannya era Orde Baru kala berkuasa di Indonesia. Bahkan, buku saja bisa dicap Komunis!Padahal, Gadis Pantai hanyalah sebuah roman fiksi yang bercerita soal feodalisme Jawa, sementara Sang Pemula adalah karya non-fiksi hasil riset. Bagaimana bisa dicap Palu-Arit oleh rezim kala itu?Namun, pernahkah Anda membaca Gadis Pantai sebagai karya besar Pramoedya Ananta Toer?Novel Gadis Pantai adalah sebuah roman yang pertama kali diterbitkan tahun 1962 dalam surat kabar Bintang Timur, sebagai cerita bersambung.Sejatinya, roman ini terbagi menjadi tiga bagian atau trilogi. Namun, hanya satu dan yang pertama saja terselamatkan, dan kemudian menjadi novel Gadis Pantai sebagai sebuah pembuka cerita.Naskah bagian kedua dan ketiganya lenyap tak berjejak. Sebabnya, adalah kebrutalan, kekonyolan, keganasan penguasa hingga kecacatan tradisi aksara para tentara yang menjadi kaki-tangan rezim Orde Baru.Bagian kedua dan ketiga dari roman ini, diberangus dari muka Bumi oleh para tentara di tahun 1965, sebelum sempat diterbitkan.Padahal, Pram sebagai sastrawan besar Tanah Air, sudah menyelesaikan trilogi paling menusuk jantung feodalisme Jawa ini. Sayangnya ia dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun,karya-karyanya dilarang, penanya dipatahkan.Bahkan, trilogi Gadis Pantai disebut-sebut sebagai roman yang ditulis Pram dengan derajat paling tinggi, melebihi tetralogi Buru dengan Bumi Manusia sebagai andalannya.Novel Gadis Pantai ini berkisah tentang seorang gadis dari kampung nelayan di Kabupaten Rembang, yang dikawinkan dengan seorang priyayi dari kota.Awalnya, perkawinan itu memberi kebanggaan baginya di kampung halamannya karena dia dipandang telah dinaikkan derajatnya menjadi Bendoro Putri.Namun, setelah ia melahirkan bayi perempuan, priayi yang menikahinya, dengan tanpa perasaan membuangnya. Pram menyajikan borok feodalisme Jawa begitu mengerikan dalam novel ini.Secara garis besar, novel ini menyajikan lima babak perjalanan hidup sang gadis pantai, pertama saat ia meninggalkan kampung, adaptasi di rumah baru, jadi istri Bendoro, mengunjungi orang tua, dan dicampakkan Bendoro.Rupanya Pram, kepada penerbit Hasta Mitra pernah mengaku, bahwa roman Gadis Pantai ini adalah imajinasinya akan neneknya, dari pihak ibunya. Nenek yang begitu ia cintai.Bagian pertama roman ini, Pram membongkar bagaimana busuknya feodalisme di tanah Jawa pada masa lampau. Bagian kedua, menurut Pram berkisah tentang perjuangan kaum nasionalis, dan bagian ketiga tentang perjuangan kemerdekaan.Gadis Pantai, adalah salah satu karya sastra terbaik Indonesia, mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi di bidang sastra seperti Kiriyama Prize Nominee for Fiction pada tahun 2002.

Gadis Pantai yang Hilang, Dosa Abadi Tentara Orde Baru dan Feodalisme Jawa

Berita Terkait

Berita Rekomendasi