JAKARTA, REQnews - “Setengah hingga tiga perempat perdagangan kopi dunia berasal dari VOC, dan jumlah itu setengahnya dihasilkan dari Priangan bagian barat, Kabupaten Cianjur,” tulis G.J Knaap dalam Coffee for Cash (1986).Sejarah Priangan, khususnya Cianjur selama masa kejayaan VOC dan Hindia-Belanda begitu identik dengan budidaya kopi yang luar biasa melimpah dan memenuhi pasar global.Bahkan, para sejarawan menyebut, Cianjur adalah wilayah pertama budidaya kopi oleh VOC di tanah Jawa sejak awal abad ke-18.Bukti nyatanya, tahun 1726, VOC tercatat menyumbang 50 persen sampai 75 persen kopi dalam perdagangan global, dengan total omzet yang sudah habis kira-kira 4.000.000 pon, 75 persennya merupakan produksi dari Priangan.Antara tahun 1840 hingga 1849, setelah kebangkrutan VOC, Hindia-Belanda mencatatkan keuntungan 65 juta gulden dari kopi, yang kemudian kejayaan itu tergantikan oleh produksi dan perdagangan gula di tahun-tahun setelahnya untuk menutupi kerugian akibat Perang Diponegoro.Budidaya kopi kemudian beralih dari Priangan barat, ke Pasuruan di tahun 1860-an, namun tak sebesar sebelumnya.Sosiolog Jan Breman menyebut, di awal abad ke-18, Bupati Wiratanu III dari Cianjur adalah penguasa lokal yang paling ketiban rezeki dari kejayaan kopi di wilayahnya.Ia menjadi bupati pertama yang mampu menyetor nyaris 100 pikul kopi kepada VOC."Harga yang dia peroleh dari VOC adalah 50 gulden per pikul (satu pikul = 125 pon)," tulis Breman, dikutip dari Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870.Dengan bantuan bangsawan lokal, termasuk karena dosa-dosa Wiratanu III, VOC membuat sistem tanam paksa dengan nama Preangerstelsel pada 1720, yang memaksa para petani menjual kopinya hanya kepada VOC dengan harga paling murah.Tentu saja penguasa lokal seperti Wiratanu III juga kecipratan untung besar. Saat ia mangkat saja, masih berhak mendapatkan uang sekitar 26 ribu gulden ditambah dengan bunganya.Menurut sejarawan Saleh Danasasmita, kopi Priangan adalah yang terbaik di dunia pada masanya, sampai membuat VOC terus surplus karena biji hitam itu.Sejarawan C.R. Boxer menyebut, empat sampai enam juta pon kopi diangkut dari Priangan menuju Belanda pada 1730 tanpa ada kesulitan sedikitpun.VOC kemudian memasarkannya dan laku dengan begitu cepat di pasar Eropa. Seorang pendeta bernama Franqois Valentijn disebut pernah mengatakan, orang-orang Eropa sudah begitu candunya dengan biji kopi dari Jawa."Dia mengeluh bahwa kopi jawa sudah menjadi begitu umum disukai hingga pelayan-pelayan wanita serta penjahit tidak mau bekerja sebelum menikmati cairan hitam tersebut…" tulis Boxer dalam Jan Kompeni: Sejarah VOC dalam Perang dan Damai.Di masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels antara tahun 1808 hingga 1811, kas keuangan Hindia-Belanda begitu berlimpah dari perdagangan kopi Cianjur.Kini, kejayaan masa lampau kopi arabika asal Priangan atau Cianjur, hanyalah tinggal sejarah saja.&nbsp;Namun, hal itu tak lantas mematikan industri kopi Tanah Air yang terus berkembang. Biji-biji kopi ternama dari Indonesia, seperti yang terlaris yakni arabika Bajawa dari Flores, arabika Gayo dari Aceh hingga arabika Kintamani dari Bali masih berada di daftar teratas kopi terbaik dunia.

Kejayaan Kopi Cianjur yang Gemparkan Perdagangan Dunia Abad Ke-18

Berita Terkait

Berita Rekomendasi