JAKARTA, REQnews - Pertengahan Desember 1959, Presiden Sukarno secara mengejutkan mencopot jabatan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN), yang kini dikenal dengan nama Kapolri.Soekanto adalah Kapolri pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepolisian negara Republik Indonesia setelah kemerdekaan.Pencopotan Soekanto ini penuh kontroversi. Dugaan keterlibatan PKI begitu kental, masuk melalui Sukarno, sehingga lebih tepat disebut kudeta.Situasi Indonesia pada akhir 1950-an kian tidak menentu. Permasalahan di internal negara memberi efek domino ke seluruh lini masyarakat.Mengutip buku Ikhtisar Sejarah Perdjuangan ABRI (1945-Sekarang), situasi di internal polisi juga tak kalah panas, terutama setelah Konferensi Kepolisian 19 Oktober 1959.Soekanto sebagai KKN, mengumumkan penataan dan pembersihan ulang lingkungan kepolisian, sebagai bentuk efisiensi serta peningkatan produktivitas.Kemudian, konferensi berakhir dengan terbentunya ‘Manifes Kepolisian’ yang ditandatangani 10 pimpinan polisi dari seluruh wilayah Indonesia.Semua anggota kepolisian wajib menjalankan tugas, sumpah jabatan, hukum tata tertib dan Tribrata untuk melaksanakan Manipol Demokrasi Terpimpin.Namun, langkah Soekanto dalam menegakkan manifes itu tidak berjalan mulus, sejumlah petinggi kepolisian terendus melakukan gerakan sebaliknya.Sang jenderal mulai dimusuhi oleh anak buahnya sendiri. Intrik di kepolisian kian menjadi-jadi.Pada 14 Desember 1959 Soekanto mengeluarkan peringatan adanya pejabat-pejabat kepolisian yang berupaya mengabaikan manifes, dan merusak kesatuan internal secara terorganisir.Pejabat yang disinggung Soekanto ini, telah menggunakan kuasanya untuk melakukan hal-hal yang melanggar prinsip kepolisian untuk mendapatkan posisi tinggi.Peringatan itu dipicu dari upaya Soekanto memperbaiki internal kepolisian, namun tidak diindahkan oleh bawahannya. Beberapa kelompok bahkan mengadukan sang kepala ke Jenderal AH Nasution dan Presiden Sukarno.Adapun kelompok yang pertama mengadukan Soekanto adalah Tim Sepuluh Kepolisian Negara, yang dipimpin Soekarno Djojonegoro.Bukan hanya soal manifes, mereka meminta Sukarno mencopot para perwira yang merupakan lulusan Belanda.Soekanto kemudian mengendus adanya gerakan lain yang berpengaruh besar dalam upaya kudeta ini. Soekarno Djojonegoro diduga merupakan kaki tangan dari PKI dan PNI.Hubungan PKI maupun PNI terhadap Soekanto, kala itu tidak pernah baik.Kelompok lainnya, yang dipimpin Soetarto mengadu ke Jenderal Nasution, menuntut agar Soekanto dicopot karena tidak tegas atas pemberontakan PRRI dan Permesta.Atas aduan-aduan itu, Soekanto berencana memberi hukuman tegas terhadap tujuh perwira yang diduga berupaya melakukan kudeta terhadapnya.Sukarno terpancing dengan aduan tersebut. Sang presiden memanggil Soekanto ke Istana Bogor pada 13 Desember 1959.Perintah Sukarno kepada Soekanto adalah, tidak memberi hukuman kepada tujuh perwira tersebut.Sayangnya, Soekanto menolak tegas perintah itu, ia tetap bersikeras akan memberi hukuman.Kemudian, pada 14 Desember 1959 Soekanto mengeluarkan peringatan waspada. Sukarno meradang dengan tindakan Soekanto, yang dianggap melanggar perintah presiden sebagai panglima tertinggi.Alhasil, pada 15 Desember 1959, Soekanto diberhentikan melalui surat skorsing yang dikeluarkan Presiden Sukarno.Dalam buku Jenderal polisi R.S Soekanto Tjokrodiatmodjo, surat skorsing itu diduga bercampur aduk dengan kepentingan PKI di dalamnya.Sebagai penggantinya, presiden Sukarno mengangkat Soekarno Djojonegoro sebagai Kepala Kepolisian Negara menggantikan Soekanto pada 17 Desember 1959.

Kapolri Soekanto Dikudeta, Dugaan Peran PKI Membisik Telinga Bung Karno

Berita Terkait

Berita Rekomendasi