JAKARTA, REQnews - <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_bebas">Pasar bebas</a> dapat membuka peluang yang setara bagi semua pelaku yang terlibat dalam persaingan usaha. Kondisi idealnya adalah ketika dalam pasar tersebut terdapat banyak produsen yang menyediakan komoditas bagi banyak konsumen sehingga di dalamnya timbul adanya suatu kompetisi.
Namun di sisi lain justru sangat rentan sekali dengan adanya posisi dominan. Penyalahgunaan posisi dominan dalam arena persaingan usaha didasarkan pada kekuatan terhadap pasar, yang selanjutnya akan disebut market power, sangat mempengaruhi kebebasan usaha dalam hal pengaruh produsen dalam konfigurasi persaingan usaha di pasar.
Dalam buku karangan Vegitya Ramadhani Putri, S.H., S.Ant, M.A., LLM ini dijelaskan soal market power. Kekuatan ini bersumber pada kontradiksi antara makna persaingan (competition) dan makna kerjasama (cooperation) yang sama kuatnya.
Pada arena penelitian berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (<a href="https://www.kppu.go.id/docs/UU/UU_No.5.pdf">UU Anti Monopoli di Indonesia</a>), Article 82 Rome Treaty (European Community), dan Section 1 dan Section 2 Sherman Act (United State of America).
&nbsp;Dalam buku yang diterbitkan oleh Setara Press (Kelompok Intrans Publishing) pada 2013 ini juga menjabarkan soal regulasi yang mengatur soal mekanisme berbisnis dan juga pengaruh Eropa dan Amerika terhadap pasar global.
Pembahasan mengenai eksistensi posisi dominan di Indonesia diatur dalam Bab V Pasal 25 sampai Pasal 29 UU Anti Monopoli di Indonesia yang mencakup mengenai posisi dominan secara umum, jabatan rangkap, pemilikan saham, serta penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
Posisi dominan di Uni Eropa bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal Uni Eropa yang berorientasi pada freedom to move. Sedangkan di Amerika Serikat, posisi dominan dianggap untuk melindungi kompetitor dan untuk memberikan keuntungan bagi konsumen.
Market power sangat dipengaruhi oleh pangsa pasar (market share). Hal tersebut berdasar pada pengukuran yang dilakukan untuk memastikan ada tidaknya posisi dominan yang dimiliki oleh pelaku usaha dalam pasar. Sehingga timbullah kasus-kasus dalam penyalahgunaan posisi dominan di Indonesia seperti kasus Baterai ABC, kasus akuisisi oleh Carrefour terhadap Alfamart, dan kasus terminal cargo.
Mark R. Patterson mengkaji mengenai pengelaborasian market power dalam bukunya yang berjudul &ldquo;The Market Power Requirement in Antitrust Rule of Reason Cases: A Rhetorical History&rdquo;. Ia menyatakan bahwa meskipun market power hanyalah salah satu ukuran yang dipakai dalam pendekatan Rule of Reason. Namun market power sering digunakan ketika mengukur suatu praktek persaingan usaha dengan menggunakan metode Rule of Reason.
Pendekatan Rule of Reason yang didasarkan pada suatu pembuktian dapat menguji dan menyeimbangkan faktor-faktor untuk memperjelas suatu tindakan secara rasional dapat menghambat kondisi kompetitif.
Pendekatan terbatas dan pendekatan tidak terbatas digunakan untuk mengawasi struktur dan perilaku pasar guna mengetahui akan larangan penyalahgunaan posisi dominan dengan mempertahankan kondisi persaingan agar tetap berlangsung (workable competition) dan pengawasan akumulasi market power dengan menetapkan standar baku pengawasan.
Jika berminat, silahkan hunting dan cari bukunya via online <a href="https://m.bukalapak.com/p/hobi-koleksi/buku/hukum/ifajn8-jual-buku-hukum-bisnis-konsep-kajian-kasus-vegitya">di sini</a>. (Binsasi)

Resensi Buku Hukum Bisnis Karangan Vegitya Ramadhani Putri

Berita Terkait

Berita Rekomendasi