JAKARTA, REQnews &ndash; Di tengah pandemi Covid-19 banyak pengaduan yang diterima oleh<a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Bantuan_Hukum_Jakarta" title="Lewat Jalur Bipartit dan Tripartit Pekerja PHK Bisa Menuntut Haknya"> Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta</a>. Tercatat ada 24 kasus pekerja yang merasa dirugikan oleh perusahaannya akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut data LBH Jakarta, dari 24 kasus PHK tersebut memiliki aduan yang berbeda-beda. Seperti pemutusan kerja secara sepihak, sisa kontrak tidak dibayar, didesak mundur tanpa pesangon, dan pekerja tidak dibayar seratus persen setelah sebulan bekerja.
"Keadaan ini terjadi karena perusahaan mengalami kebangkrutan akibat Covid-19, selain itu juga dijadikan kesempatan untuk pemangkasan karyawan,&rdquo; kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana beberapa waktu lalu.
Arif pun menekankan bahwa para korban PHK tersebut ternyata mempunyai hak menuntut apabila terjadi kerugian. Para korban PHK berhak mendapatkan uang pesangon, sedangkan pekerja kontrak berhak mendapatkan uang sisa kontrak.
Ia beralasan, hal itu kewajiban hukum yang harus dipenuhi perusahaan untuk melindungi kesejahteraan pekerja yang diberhentikan dari pekerjaannya. Apabila dalam praktiknya perusahaan melanggar perjanjian maupun hukum yang berlaku, lanjut Arif, maka pekerja atau buruh boleh melakukan perlawan dengan menempuh upaya Bipartit dan Tripartit.
&ldquo;Jika dilanggar, pekerja bisa menempuh upaya Bipartit atau negosiasi, jika gagal bisa mengajukan pelaporan ke Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan meminta dimediasikan dalam proses Tripartit,&rdquo; ujarnya.
Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (&ldquo;UU 2/2004&rdquo;). Namun sebelumnya, berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.31/Men/Xii/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit (&ldquo;Permenakertrans 31/2008&rdquo;), para pihak harus melaksanakan hal-hal tertentu untuk menghindari perselisihan hubungan industrial sebagai berikut:
pihak pengusaha agar: a.memenuhi hak-hak pekerja/buruh tepat pada waktunya; dan b.membangun komunikasi yang baik dengan pihak pekerja/buruh. pihak pekerja/buruh agar: a.melakukan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab; dan b.membangun komunikasi yang baik dengan pihak pengusaha maupun dengan serikat pekerja/serikat buruh. Yang dimaksud dengan perundingan bipartit menurut Pasal 1 angka 10 UU 2/2004 adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Dalam melakukan perundingan bipartit, para pihak wajib: a.memiliki itikad baik; b.bersikap santun dan tidak anarkis; dan c.menaati tata tertib perundingan yang disepakati.
Jika kedua proses tersebut gagal lagi maka pekerja bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. (Anita)

Lewat Jalur Bipartit dan Tripartit, Korban PHK Bisa Tuntut Haknya

Berita Terkait

Berita Rekomendasi