JAKARTA, REQnews - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) tiba-tiba menyita perhatian publik usai membeberkan soal dugaan konflik kepentingan yang dilakukan Gubernur Maluku Utara (Malut), Sherly Tjoanda.JATAM mengungkap bahwa Sherly terlibat dengan sejumlah perusahaan tambang yang saat ini beroperasi di Malut. Hal ini terungkap berdasarkan hasil laporan investigatif yang dibuat JATAM.Dalam pernyataan resminya, Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar membeberkan adanya dugaan rangkap kepentingan yang dilakukan Sherly Tjoanda. Pasalnya, ia terlibat dengan 5 perusahaan tambang di wilayah Malut, mulai dari sector nikel, emas hingga pasir besi."Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan secara tegas melarang pejabat publik melakukan tindakan yang berindikasi pada konflik kepentingan, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat 2," ujar Melky dalam pernyataan tertulis, dikutip Rabu, 19 November 2025.Melky pun menegaskan Kembali soal larangan adanya rangkap jabatan antara gubernur atau pemilik bisnis atau pengusaha."Artinya, rangkap jabatan antara Gubernur dan pemilik atau direktur perusahaan tambang adalah praktik yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian sementara," tegasnya.Dalam laporan JATAM, diketahui bahwa lima perusahaan tambang yang memiliki keterikatan langsung ataupun tidak langsung dengan Sherly Tjoanda adalah sebagai berikut:- PT Karya Wijaya, tambang nikel di Pulau Gebe - PT Bela Sarana Permai, tambang pasir besi di Pulau Obi - PT Bela Kencana, perusahaan tambang nikel - PT Amazing Tabara, perusahaan tambang emas - PT Indonesia Mas Mulia, tambang emas dan tembagaKeterkaitan tersebut dapat ditelusuri lewat dokumen kepemilikan saham, jabatan, direksi, hingga relasi dengan kelompok usaha Bela Group yang diketahui sebelumnya dikelola oleh Sherly bersama almarhum suaminya, Benny Laos.Selain konflik kepentingan, JATAM juga menyoroti soal dampak buruk terhadap lingkungan dari perusahaan-perusahaan tambang tersebut. Seperti kerusakan yang ada di pesisir Pulau Gebe, pencemaran sungai di Bacan, hingga konflik lahan yang terjadi di Pulau Obi.Dalam laporan JATAM yang diberi judul 'Kejahatan Lingkungan 100 Hari Kerja Sherly Tjoanda', disebutkan adanya temuan atas pola dukungan untuk pemerintahan Sherly pada korporasi tambang.Terkait kasus ini, JATAM pun mendesak pemerintah pusat, KLHK hingga KPK untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang diduga terhubung dengan Sherly Tjoanda tersebut. Mulai dari legalitas izin, dampak lingkungan, hingga sistem pengawasan selama Sherly menjabat Gubernur Malut.“Pengawasan tidak boleh berada di tangan orang yang punya kepentingan langsung terhadap perusahaan yang diawasi. Publik berhak mendapatkan pemerintahan yang bersih dari kepentingan bisnis keluarga,” tandasnya.&nbsp;

Nahloh! JATAM Bongkar Deretan Bisnis Tambang Gubernur Malut hingga Kritik Soal Konflik Kepentingan, KLHK hingga KPK Diminta Turun Tangan

Berita Terkait

Berita Rekomendasi