JAKARTA, REQnews - Banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatra mulai dari Aceh, Sumatra Utara hingga Sumatra Barat meninggalkan luka yang mendalam bagi ribuan warga. Di tengah suasana penuh keprihatinan ini, simpati masyarakat mengalir deras, termasuk dari para artis serta influencer yang memilih turun langsung membantu.&nbsp; Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah content creator Ferry Irwandi. Lewat platform Kitabisa, Ferry berhasil mengumpulkan lebih dari Rp10 miliar dari 87 ribu donatur hanya dalam 24 jam, jauh melampaui target awal.&nbsp; Tidak berhenti di penggalangan dana, Ferry bersama sejumlah influencer lain ikut terjun ke lokasi terdampak di Aceh untuk menyalurkan bantuan prioritas seperti makanan siap saji, obat-obatan, hingga kebutuhan darurat lainnya.&nbsp; Namun, aksi kemanusiaan para influencer ini sempat mendapat sindiran dari Anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, yang menyinggung pihak-pihak yang hanya sekali datang ke lokasi bencana namun merasa paling berjasa. Endipat bahkan membandingkan besarnya donasi publik, termasuk angka Rp10 miliar tersebut dengan bantuan pemerintah.&nbsp; Menanggapi polemik ini, Principal Indonesia Applied Digital Economy &amp; Regulatory Network (IADERN), Tuhu Nugraha, menilai bahwa meningkatnya kepercayaan publik terhadap influencer lahir karena masyarakat melihat mereka sebagai pihak yang bergerak cepat, transparan, dan mudah dipantau.&nbsp; “Prosesnya terlihat di media sosial. Ada kedekatan emosional yang membuat publik merasa bantuan mereka tersampaikan secara nyata dan langsung,” ujar Tuhu kepada REQNews, Selasa 9 Desember 2025.&nbsp; Menurutnya, dukungan besar terhadap Ferry Irwandi menunjukkan bahwa masyarakat merespons figur yang dianggap bekerja tanpa berbelit-belit. Selama distribusi bantuan dilakukan akuntabel dan tepat sasaran, kehadiran influencer justru memperkuat kinerja lembaga resmi.&nbsp; Tuhu pun mengingatkan pemerintah dan DPR agar tidak memosisikan influencer sebagai pesaing, melainkan partner.&nbsp; "Kalau justru dimusuhi atau dianggap kompetitor, trust ke influencer akan naik, sementara kepercayaan ke pemerintah bisa makin turun,” tegasnya.&nbsp; Ia menekankan bahwa fokus utama saat ini seharusnya adalah membantu penanganan bencana dan kebutuhan mendesak warga. Perdebatan di media sosial hanya akan menguras energi tanpa menyelesaikan masalah. Setelah kondisi pulih, barulah penting membangun strategi mitigasi untuk mencegah bencana serupa.&nbsp; Selain itu, Tuhu menilai DPR RI perlu mengubah cara berkomunikasi, bukan saling berebut panggung, melainkan menyatukan suara melalui juru bicara resmi saat menghadapi krisis.&nbsp; “Jika semua pihak berlomba tampil, ruang negatif dari netizen akan makin besar,” ujarnya.

Di Tengah Duka Sumatra, Fenomena Influencer Mengisi Kekosongan Negara di Tengah Bencana

Berita Terkait

Berita Rekomendasi