PADANG, REQnews -&nbsp;Impian untuk berkarir sebagai <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Aparatur_Sipil_Negara">ASN</a> lewat formasi disabilitas bagi Alde Maulana ternyata tak berjalan sesuai harapan. Ia malah tidak mendapat surat undangan soal pelantikan dan pengambilan sumpah <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_Negeri_Sipil">PNS</a> Golongan III di Auditorium Lantai 4 Gedung A <a href="https://www.bpk.go.id/">BPK</a> Perwakilan Provinsi Sumatra Barat, pada bulan Februari 2020 silam.
Padahal saat Januari 2019, ia sudah dinyatakan lulus CPNS <a href="https://www.bpk.go.id/">BPK RI</a>.&nbsp;Bahkan pada Bulan Maret 2019, Alde diwajibkan mengikuti Diklat Orientasi Ke-BPK-an di Medan. Saat itu Alde memang sempat kejang-kejang sehingga ia tidak bisa ikut kegiatan selama 2 hari. Cukup masuk akal memang, karena selama diklat, Alde diwajibkan mengikuti aktivitas fisik dari pagi sampai sore tanpa ada dispensasi atas kondisinya.
Pasca Diklat, Alde kembali melanjutkan pekerjaannya di BPK Sumbar. Ia juga diminta BPK pusat untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta.
Namun pada Maret kemarin, Alde malah mendapat surat yang menyatakan kalau ia diberhentikan sebagai calon PNS karena dianggap tidak sehat jasmani dan rohani. Ia menerima secara langsung Salinan Surat Keputusan Nomor:73/K/X-X.3/03/2020 bahwa pemberhentian dengan hormat sebagai calon pegawai negeri sipil.
Merasa tak diperlakukan dengan adil, ia pun melapor dugaan diskriminasi terhadap dirinya kepada Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat dan Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat. Kasus ini kemudian ditangan oleh Komnas RI dan Ombudsman RI.
Menurut pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang&nbsp;Diki Rafiqi, perlakuan yang dialami Alde sungguh tidak adil. Memang, ia adalah&nbsp;penyandang disabilitas dengan mata kiri buta 50 persen, lumpuh kayu (kaku tangan dan kaki kiri). Namun, Ade sebenarnya tetap bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti berdiri, makan, minum, mandi bahkan mencuci.
"Kini kasus Alde lagi kami dampingi," ujarnya lewat petisi di laman<a href="https://www.change.org/p/bpkri-difabel-juga-berhak-pns-kembalikan-hak-alde-maulana-sebagai-pns-di-bpk-sumbar-hakpnsdifabel"> change.org</a>.
Diki pun menilai, tindakan BPK RI dan BPK Perwakilan Sumbar tergolong tindakan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas seperti dijelaskan Pasal 143 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas berbunyi :
&rdquo;Setiap orang dilarang menghalangi-halangi dan/ atau melarang penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak atas pekerjaan&rdquo;.
Padahal berdasarkan Pasal 2 huruf k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, mereka berhak atas perlakuan khusus dan perlindungan lebih. Jadi bisa dibilang tindakan tim BPK saat dilaksanakannya diklat orientasi tanpa memberikan dispensasi bagi korban untuk tidak mengikuti apel pagi dan sore tergolong pada tindakan diskriminatif.
Yuk, bantu Alde untuk mendapatkan keadilan dari BPK RI.&nbsp;Caranya silahkan&nbsp;tandatangani petisi di <a href="https://www.change.org/p/bpkri-difabel-juga-berhak-pns-kembalikan-hak-alde-maulana-sebagai-pns-di-bpk-sumbar-hakpnsdifabel">laman ini</a>. Kita berharap dia dapat segera diangkat dan dilantik sebagai PNS di BPK Sumatera Barat.&nbsp;(Bins)
&nbsp;

Mari Dukung Pengembalian Hak PNS Difabel Alde Maulana

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi