JAKARTA, REQnews - Setiap sore hari, Joni dan Jeni gemar bermain ke rumah temannya bernama Alia (bukan nama sebenarnya). Kakak beradik ini dikenal riang saat bermain bersama tetangganya tersebut.&nbsp; Namun keriangan saat bermain di rumah Alia berubah menjadi tragedi yang memilukan. Joni tak mengira ayah dari Alia yang bernama Hendra tega memperkosa Jeni sejak masih berumur 4 tahun. Aksi bejat itu pun dilakukan Hendra secara berulang-ulang.&nbsp; Parahnya lagi, Joni pun ikut menjadi korban aksi tak manusiawi Hendra. Joni yang penyandang disabilitas intelektual itu disodomi Hendra sejak usia 12 tahun dan diperlakukan demikian berkali-kali. Joni dan Jeni pun harus menjadi 'budak' seks Hendra terakhir pada Mei 2018.&nbsp;<img src="http://photo.reqnews.com/images/d2a53c313701a57d49e5cd0e855f26d9.jpg" style="width: 939px;"> Saat melakukan perbuatan mesumnya, pelaku memberikan uang Rp 100 ribu kepada Joni dan mengatakan jangan bicara ke siapa-siapa.Perkosaan mulai terkuak saat sang ibu menemukan hal aneh di dua anaknya tersebut saat pulang ke rumah. Ibunya sering menemukan kecurigaan, seperti pakaian dalam yang Jeni terbalik.&nbsp;Kejanggalan lainnya adalah dua anaknya itu kerap merasakan sakit saat buang air. Joni ketika buang air besar, dan Jeni saat buang air kecil.&nbsp;Tak terima atas perbuatan Hendra tersebut, orangtua Joni dan Jeni membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Cibinong Kelas 1A Jawa Barat. Alhasil, Hendra dituntut menggunakan Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak.
 Sayangnya, keadilan tidak berpihak pada Joni dan Jeni. Hendra divonis bebas oleh majelis hakim, yang dipimpin Muhammad Ali Askandar pada sidang 25 Maret 2019.&nbsp; Putusan itu mendapat kecaman banyak pihak, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK. APIK menilai ada kejanggalan pengadilan dalam memutus perkara tersebut.&nbsp; "Majelis hakim memutus bebas Hendra dengan pertimbangan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian perkara. Ini ada kejanggalan," kata Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Uli Arta Pangaribuan, dalam keterangannya Rabu, 24 April 2019.&nbsp; Kejanggalan ini berdasarkan laporan keluarga dan jaksa penuntut umum. Menurutnya, selama persidangan, hakim yang memeriksa Hendra hanya satu orang, namun dalam sidang putusan disebutkan ada tiga orang.&nbsp; "Padahal, ujar Uli, hal tersebut melanggar aturan karena seharusnya ada tiga hakim. Ini bukan pelaku anak, ini pelaku dewasa, kenapa hakimnya tunggal?”, kata Uli.&nbsp; Bahkan pada proses pemeriksaan, hakim memerintahkan korban Joni dan Jeni tidak diperbolehkan didampingi orang tua. Keluarga juga tidak diberitahu tentang perkembangan persidangan. "Di persidangan, Joni dan Jeni dipertemukan dengan pelaku di ruang sidang tanpa didampingi oleh orangtua dan pendamping. Pelaku pada saat pemeriksaan di persidangan sudah mengakui pernah melakukan," kata Uli.&nbsp; Yang parahnya lagi, dari hasil visum terbukti pelaku telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Terdakwa atau pelaku pun sudah mengakui perbuatannya. Selanjutnya, hasil visum juga menyatakan adanya hubungan seksual.&nbsp; “Untuk pasal 81 dan 82, yang disampaikan oleh jaksa, itu sudah terpenuhi pembuktiannya karena ada visum yang membuktikan bahwa ada pemerkosaan,” kata Uli.&nbsp; Sementara Peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) FH UI, Meyriza Violyta, berpendapat bahwa persidangan ini dapat menimbulkan trauma ganda terhadap kedua anak tersebut. “Korban juga diperiksa bersama terdakwa. Ia sudah mengalami sakit trauma fisik, psikis, dan diperiksa bersama terdakwa,” ujar Mey.&nbsp; “Sudah mereka anak, salah satunya mengalami disabilitas, tidak didampingi, dan malah diperiksa bersama terdakwa,” tambahnya.&nbsp; Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun angkat bicara. Mereka mengaku sudah menyurati Mahkamah Agung (MA) terkait vonis bebas untuk Hendra. "KPAI sudah mengirimkan surat ke MA terkait putusan bebas pelaku. Intinya KPAI meminta MA agar meninjau kembali vonis bebas terdakwa tersebut dan meninjau permohonan memori kasasi JPU sesuai dengan fakta-fakta persidangan," kata Komisioner KPAI Bidang Pengawasan, Putu Elvina.&nbsp; Dia menjelaskan, KPAI juga melakukan pendampingan kepada korban bersama LBH Apik selaku pengacara. "Kedua anak diupayakan untuk rehabilitasi. Proses hukumnya juga didampingi dari awal oleh LBH," kata Elvina. (RYN)

Cerita Joni dan Jeni Jadi 'Budak Seks' Tetangga Sebelah, Pelaku Divonis Bebas

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi