JAKARTA, REQnews -&nbsp;Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti peristiwa terjadinya bencana secara beruntun, di sejumlah daerah di Indonesia selama awal tahun 2021 ini, khususnya yang disebabkan oleh ulah manusia.
Menurut Walhi, pemerintah sudah membuat banyak kebijakan yang diduga menguntungkan korporasi, sepertu UU Cipta Kerja, UU Mineral dan Batubara, namun tidak memperhatikan dampaknya pada lingkungan.
"Ini kondisi tali -temali, oligarki, perkawinan elit ekonomi dan politik," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati, Jumat 29 Januari 2021.
Kemudian, Nur menjelaskan peraturan perundang-undangan di Indonesia, banyak mendorong kegiatan ekstraktif, seperti penghancuran lahan gambut dan penggundulan hutan.
Hal tersebut jelas merusak lingkungan, dan berefek pada penyumbangan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran, yang memperburuk krisis iklim global.
"Jadi sekarang kita sedang berada dalam lingkungan setan. Karena dampak perubahan iklim itu cuaca ekstrem, curah hujan tinggi, angin puting beliung. Tapi kita tidak sadar dan terus lakukan eksploitasi. Jadi kita ibarat gali lubang kubur sendiri," ujarnya.
Pernyataan Nur ini bukan tanpa alasan. Ia menjelaskan, bencana alam bisa diklasifikasikan menjadi dua, yakni yang disebabkan oleh posisi Indonesia pada tiga pertemuan lempeng besar, dan bencana ekologis.
Khusus bencana ekologis, lebih banyak dipengaruhi oleh perbuatan manusia, seperti banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan. Data BNPB menunjukkan, dari 1 Januari hingga 3 Desember 2020, terjadi bencana banjir sebanyak 969 peristiwa.&nbsp;
Kemudian, disusul puting beliung 809 peristiwa, tanah longsor 514 peristiwa dan kebakaran hutan 325 peristiwa. Menurut Nur, semua bencana ini terhubung dengan aktivitas pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang brutal.
"Sejak masa Orde Baru sampai hari ini, kita saksikan sumber daya alam kita dikelola secara tidak adil. Walaupun konstitusi sudah menyatakan bahwa sumber daya alam itu digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,"&nbsp;kata Nur.
Walhi mencatat, sepanjang 2018 lalu, ada 103,4 juta hektare daratan di Indonesia dibebani izin usaha, yang mencakup sektor kehutanan, perkebunan, mineral dan batu bara, hingga migas.
Lalu, situasi kian diperburuk dengan data 2019, bahwa Kementerian Pertanian menetapkan tutupan perkebunan sawit menyelimuti 16 juta hektare lahan nasional, yang setara 1,2 kali luas pulau Jawa.
Menurut Nur, semua keadaan ini tercipta karena regulasi yang dibuat pemerintah hanya mengutamakan kepentingan korporasi.
Ia juga mengutip studi Tempo, yang mengungkap fakta 45,5 persen atau 262 anggota DPR RI terhubung dengan 1.016 perusahaan. Ada juga data yang menyebut, 60 persen daratan di Indonesia, sebenarnya sudah dialokasikan untuk perusahaan-perusahaan.
&nbsp;
Tak heran, bila Walhi berkesimpulan, bencana di Indonesia disebabkan oleh oligarki kekuasaan.

Bencana Awal Tahun, Walhi: Gara-gara Oligarki dan Elit Politik!

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi