JAKARTA, REQnews - Belakangan ini Indonesia dihebohkan dengan&nbsp;pembukaan Museum Holocaust Yahudi di Minahasa, Sulawesi Utara sebagai bentuk peringatan peristiwa genosida.
Peresmian tersebut diumumkan oleh&nbsp;Duta Besar Jerman untuk RI Ina Lepel. Melalui akun Twitternya&nbsp;@GermanAmbJaka, ia mengatakan bahwa Jerman akan selalu mendukung peringatan melawan rasisme dan bentuk intoleransi.
&ldquo;Suatu kehormatan berada di Minahasa dan berbicara pada pembukaan Museum Holocaust pada InternationalHolocaustRemembranceDay (27 Jan). Jerman akan selalu mendukung peringatan terhadap &lsquo;pelajaran universal&rsquo; ini dan berdiri melawan rasisme, anti-Semitisme, dan segala bentuk intoleransi,&rdquo; kata Lepel.
Museum tersebut dibuka berbarengan dengan peringatan Hari Peringatan Holocaust Internasional dan menjadi satu-satunya Museum Holocaust yang ada di Asia Tenggara, yang dibuka atas inisiatif komunitas Yahudi.
Jika menengok kembali ke masa lampau, di Indonesia terdapat beberapa bangunan peninggalan Yahudi. Bahkan saat ini, salah satu bangunan tersebut dijadikan sebagai gedung pemerintahan Indonesia. Bangunan-bangunan tersebut sebelumnya merupakan&nbsp;Sinagoge atau Kanisah, yaitu&nbsp;tempat beribadah orang Yahudi.
Kali ini, REQnews.com telah merangkum dari berbagai sumber beberapa bangunan bekas Sinagoge Yahudi yang terdapat di Indonesia. Simak ya!
1. Grand Dafam Signature di Surabaya
Gedung tersebut didirikan di atas tanah bekas Sinagoge Beth Hashem, yang sebelumnya pernah ada di Jl. Kayon no. 4-5, Surabaya, Jawa Timur. Sinagoge Beth Hashem mulanya adalah rumah yang dibangun pada 1939 yang kemudian dibeli oleh komunitas Yahudi di Surabaya.
Pada tahun 1948, rumah ini diubah fungsi dan diresmikan menjadi sinagoge. Kemudian selama berpuluh tahun, sinagoge bergaya arsitekur Belanda itu menjadi sinagoge satu-satunya di Indonesia yang pernah ada.
Namun, pada tahun 2013 bangunan ini dihancurkan dan pihak swasta untuk mendirikan hotel 17 lantai bernama Grand Dafam Signature di lahan tersebut. Tetapi sebelumnya pada tahun 2009,&nbsp;bangunan ini sesungguhnya sudah terdaftar dalam registrasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya sebagai salah satu bangunan cagar budaya (BCB) di Kota Surabaya dengan nomor 646/1654/436.6.14/2009.
Ironisnya, sebelum secara resmi bangunan tersebut disahkan sebagai BCB oleh Pemkot Surabaya dengan mengeluarkan surat keputusan (SK), pihak swasta telah meratakan bangunan tersebut dengan tanah, tanpa sisa sedikit pun. Peristiwa ini dianggap sebagai kelalaian pemerintah Surabaya dalam merawat cagar budayanya sendiri.
Sebelum bangunan tersebut dihancurkan, sejumlah ormas Islam juga pernah melakukan unjuk rasa di depan Sinagoge Surabaya sebagai bentuk protes atas serangan Israel terhadap Palestina pada tahun 2013 lalu.&nbsp;
Mereka mendesak agar&nbsp;pemerintah Surabaya tidak memberikan status bangunan cagar budaya terhadap sinagoge tersebut. Wali Kota Surabaya kala itu, Bambang Dwi Hartono, memberikan sinyal dukungan kepada ormas Islam untuk menutup sinagoge.
Setelah bertahun-tahun lamanya tidak diberi kejelasan status oleh pemerintah, juru kunci sinagoge merobohkan bangunan tersebut dan menjual tanahnya kepada swasta. Jemaat Yahudi lain kemudian melaporkan tindakan juru kunci yang sewenang-wenang tersebut kapada Polda Surabaya.
2. Gedung Bappenas di Jakarta
Berdasarkan buku Jejak Freemason &amp; Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Taman Surapati, Jakarta dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan.
Gedung tersebut dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedung yang saat itu terpampang jelas. Adapun jika lambang ini disambung dengan garis maka akan membentuk Bintang David, symbol suci kaum Yahudi. Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah setan.
Mengapa disebut dengan rumah setan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin atau setan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi, Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara.
Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat. Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia.
Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut, bahkan hubungan gelap &lsquo;teman tapi mesra&rsquo; antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung. Bischop yang menjadi wali kota Batavia dengan jabatan itu merupakan penganut agama Yahudi dan berpengaruh.
3. Supermarket di Kota Semarang
Salah satu tempat yang diduga sebagai peninggalan Yahudi adalah 'gedong setan' di Kota Semarang. Bekas gedung itu berada di Jalan Imam Bonjol, dekat lampu merah. Tak jauh berbeda dengan Gedung Bappenas sebelumnya, konon di tempat itu ada ritual 'pemanggilan roh' dengan mengorbankan nyawa manusia, namun hal tersebut belum diketahui kebenarannya.
Sejumlah sumber mengatakan, gedung tersebut dulunya memang digunakan untuk ritual menyembah setan. Dulunya, gedung tersebut tersebut diketahui bernama La Constante Et Fidele, yang didirikan pada tahun 1801 oleh penganut Freemason dari sekte Vrijemetselarij.
Kala itu penganut Freemason sudah menyebar ke sejumlah negara jajahan Hindia Belanda, termasuk Indonesia. Namun,&nbsp;gedung tersebut sudah tidak ada dan berubah menjadi supermarket. Tetapi cerita gedong setan itu sesekali masih menjadi pembicaraan masyarakat.

3 Bangunan Bekas Sinagoge Yahudi di Indonesia, Nomor 2 Jadi Gedung Pemerintahan

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi