JAKARTA, REQnews - Seorang korban kasus dugaan investasi bodong Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya mengungkapkan curahan hatinya lewat kanal Youtube Uya Kuya TV baru-baru ini.
Korban bernama Erika itu mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Polri karena dirasa lebih memihak kepada terlapor dalam kasus ini ketimbang korban.
Dijelaskan Erika, kesimpulan ini ia ambil usai hadir dalam konferensi pers di Mabes Polri dengan tersangka Henry Surya beberapa waktu lalu.
"Saya lihat dimana kanit dan penyidik Tipideksus (Bareskrim Polri) menepuk punggung dan mereka selayaknya teman dan Henry Surya didampingi pengawal pribadinya padahal statusnya tahanan," ungkap Erika dalam kanal YouTube Uya Kuya TV, dikutip Kamis, 31 Maret 2022.
Dalam momen itu, kata Erika, dia sempat menagih uangnya ke Henry Surya. Di saat itulah ia melihat keberpihakan polisi kepada tersangka.
"Ketika saya tagih uang saya ke Henry Surya, Henry memerintahkan penyidik dan kanit untuk memdokumentasikan dan melaporkan saya ke polisi atas pencemaran nama baik," kata Erika.
"Polisi malah ancam saya, 'Ibu bisa dilaporkan oleh Bapak Henry Surya loh Bu'. Saya heran Polri ini melindungi korban investasi bodong atau malah jadi kaki tangan tersangka pelaku Investasi bodong?," sambungnya.
Di dalam kanal Youtube Uya Kuya, Erika juga mengaku sempat diusir oleh salah seorang Kanit bernama Suprihatiyanto. Sebab dirinya mendokumentasikan foto Henry Surya yang tidak diborgol.
Menurutnya, kondisi Henry yang tak diborgol ini berbeda dengan para tersangka kasus uang palsu yang sama-sama dirilis di tempat dan waktu bersamaan.
Menanggapi ini, kuasa hukum sebagian korban Indosurya dari LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim meminta perhatian pemerintah termasuk Polri, atas persoalan yang dialami Erika dan korban lainnya.
Apalagi, kata Alvin, adik Erika sampai bunuh diri akibat persoalan ini.
"Tahukah pemerintah bahwa Erika keluarganya hancur karena ulah Henry Surya? Dimana anaknya saat ini terbaring di rumah sakit dan adiknya sudah bunuh diri minum pestisida karena putus asa. Seluruh uang keluarganya ludes dan sulit untuk melanjutkan biaya hidup," terang Alvin.
"Di sinilah kenapa saya vokal, kenapa saya mati-matian teriak agar ada perubahan di tubuh Polri. Sangat sulit masyarakat untuk bisa percaya sama Polri selaku aparat penegak hukum, jika Mabes Polri dipenuhi oknum yang malah mengambil keuntungan dari kesengsaraan korban dan mencelakakan para korban lebih dalam," tegasnya.
Adapun korban Indosurya lainnya yang membuat pengakuan di Uya Kuya TV, Jeffry Setiawan, mengungkapkan dalam foto-foto di media sosial Henry Surya dan istrinya Natalia Tjandra, kerap mengunakan barang mewah dari jam Richard Mille dan Tas Hermes yang harganya mencapai Rp 10 miliar.
Namun anehnya, kata dia polisi tak memeriksa keluarga Henry Surya tersebut.
"Kenapa tidak diperlakukan sama dan diperiksa keluarga Henry Surya, istri, ayah dan iparnya Welly Tjandra yang punya dealer mewah, satu mobil bisa Rp60 miliar, apakah uang hasil kejahatan atau tidak?," kata Jeffry.
"Patut diduga adanya aliran dana, lakukan pembuktian terbalik, jika tidak bisa membuktikan asal-usul uangnya, sita aset dan bagikan ke para korban," lanjutnya.
"Kami para korban hanya mau keadilan yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yaitu Presisi Berkeadilan, mana keadilan dalam kasus Indosurya?," tandasnya.
"Suwito Ayub kabur dan yacht mewah Rp 200 miliar raib dari list sitaan Mabes Polri. Saya dan korban Indosurya lainnya sangat kecewa kinerja Polri," ujar Jeffry lagi.
Alvin melanjutkan, dalam pertemuan kuasa hukum dengan para petinggi Kejaksaan Agung, diperoleh informasi bahwa penyidik kepolisian diduga bekerja tidak profesional dalam kasus Indosurya.
Sebab dalam P19 ada ratusan petunjuk jaksa yang belum dibereskan, namun sudah dikembalikan lagi berkas ke kejaksaan. Bahkan BAP tersangka Suwito Ayub tidak ada tanda tangan buronan tersebut.
"Sudah benar tindakan Kejaksaan Agung menolak berkas jika tidak lengkap, karena dalam persidangan manjadi tanggung jawab jaksa penuntut umum untuk membuktikan kejahatan nantinya," jelas Alvin.
"Tidak adanya tanda tangan Suwito Ayub dalam BAP merupakan hal fatal, menunjukkan adanya perlakuan khusus sehingga BAP dibiarkan tanpa tanda tangan tersangka. Masyarakat perlu tahu inilah cerminan Polri saat ini, jauh dari Presisi Berkeadilan," sambungnya.
Terkait ini, LQ Indonesia Lawfirm pun menghimbau para korban Indosurya untuk mendaftarkan diri ke LQ untuk kepengurusan aset sitaan. Sebab jika tidak dikawal dan jatuh ke budel pailit, maka menurut Alvin korban tidak akan mendapatkan apa-apa nantinya.
"Hubungi hotline LQ 0817-489-0999, kami menantikan perhatian dan keseriusan Kepala Negara untuk membenahi dan menunjukkan kepemimpinan di saat sulit ini," kata Alvin.
"Jika Polri tidak bisa dipercaya, maka bisa timbul chaos dan masyarakat mengambil hukum di tangan sendiri. Ini perlu dicegah. Bentuk pengawas eksternal yang dapat menindak oknum Polri," tandasnya.
&nbsp;

Curhat Pilu Korban Indosurya: Adik Bunuh Diri dan Anak Terkapar di RS, Kecewa dengan Kinerja Polri!

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi