JAKARTA, REQnews - Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 32 Tahun 2002 akhirnya memakan korban. Peraturan baru yang disahkan DPR beberapa waktu lalu itu bakal memupuskan dosen Universitas Jember, Nurul Ghufron.

&nbsp;

Ghufron yang sudah terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023, dipastikan bakal batal dilantik. Sebabnya, pasal 29 huruf e menyebutkan, untuk bisa dilantik sebagai pimpinan KPK harus berusia minimal 50 tahun.

&nbsp;

Sedangkan Ghufron tercatat lahir pada 22 September 1974. Atau baru berusia 45 tahun. Batas usia itu hanya berlaku Undang-undang KPK lama, dengan syarat diangkat sebagai pimpinan berusia minil 40 tahun.

&nbsp;

Lalu siapakah Ghufron? Ya, pria kelahiran Sumenep pada 22 September 1974 itu merupakan lulusan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) pada 1997.

&nbsp;

Kemudian ia melanjutkan S2 ke Universitas Airlangga (Unair) dan lulus pada 2004. Pendidikan S3-nya Ghufron tempuh di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan selesai pada 2012.

&nbsp;

Ghufron merupakan dosen Unej berpangkat golongan III-d dengan posisi saat ini sebagai Dekan Fakultas Hukum Unej. Tak cuma KPK, ia diketahui juga sedang mengikuti proses pemilihan rektor di almamater tersebut.

&nbsp;

Selain menjabat dekan sekaligus doses di fakultasnya, Ghufron juga kerap dipercaya sebagai saksi ahli bidang hukum dalam berbagai persidangan. Ketika belum menjadi dosen, Ghufron pernah berkarir sebagai pengacara.

&nbsp;

Ghufron juga kerap menulis karya ilmiah dengan tema pidana korupsi. Salah satu tulisannya yang tercantum di Google Scholar berjudul &#39;Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana yang Bebas Korupsi&#39;.

&nbsp;

Ia terakhir melaporkan LHKPN pada 23 April 2018. Total harta kekayaannya sebesar Rp 1.832.777.249.

&nbsp;

Terkait persoalan Ghufron, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Undang-undang KPK yang sekarang sudah berlaku untuk pengangkatan pimpinan KPK Desember 2019 mendatang. Maka, apabila Ghufron dilantik, akan terjadi pelanggaran Undang-undang.

&nbsp;

&nbsp;

&ldquo;Kalau bayangan saya Nurul Gufron harus mengikuti aturan itu jadi dilantik harus harus usia minimal 50 tahun,&rdquo; ujar Zainal.

&nbsp;

Sebab penerapan Undang-undang baru KPK ini tidak berlaku surut. Karena disahkan sebelum ada pelantikan.

&nbsp;

Berbeda apabila, aturan tersebut disahkan setelah pelantikan, maka status Ghufron sebagai pimpinan KPK tidak berbenturan dengan Undang-undang.

&nbsp;

&ldquo;Itu (berlaku surut) logika bodoh, tidak pas. Di situ kan disebutkan untuk diangkat sebagai pimpinan KPK, kan prosesnya sampai pelantikan. Makanya ketika dilantik harus usia 50 tahun,&rdquo; ujarnya.

&nbsp;

Menurut Zainal, seharusnya saat pengesahan Undang-undang KPK dibuat pasal peralihan. Isinya menyatakan bahwa aturan baru ini berlaku untuk pelantikan maupun pemilihan pimpinan KPK periode mendatang. Hal ini seharusnya sudah difikirkan oleh pembuat Undang-undang dan pemerintah.

&nbsp;

Di sisi lain, Zainal menilai masih ada celah supaya Ghufron tetap bisa dilantik tanpa melanggar Undang-undang. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Perundang-undangan (Perpu). Apabila tidak diterbitkan, maka pelantikan Ghufron bisa dipertanyakan keabsahannya.

&nbsp;

&ldquo;Pasal peralihan bisa ditambahkan dengan perpu. Atau silahkan aja (Ghufton) dilantik, tapi jangan salahkan orang yang mau menggugat keabsahan pelantikan Nurul Gufron,&rdquo; ujarnya.

Revisi UU KPK 'Bunuh' Karir Nurul Ghufron, Ini Profilnya

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi