BATAM, REQnews &ndash; Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau praktik prostitusi di The Exotic Pub &amp; KTV, Lubuk Baja, Kota Batam belum mencapai titik akhir. Kasus yang melibatkan para pekerja perempuan (pemandu lagu) sebagai korban ini masih menggantung di Kejaksaaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau (Kepri).

Hal ini menjadi sorotan dari Penggiat Anti Perdagangan Orang di Batam Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus. Ia lantas melayangkan surat keluhannya kepada Jaksa Agung RI ST Burhanuddin.

Dalam suratnya, ia mengungkapkan kerinduannya sebagai masyarakat biasa bagi penegakan hukum di Indonesia. Sebagai seorang imam Gereja Katolik, sosok yag karib disapa Romo Satur ini senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan.&nbsp;

Bahkan dalam beberapa tahun ini, ia terlibat aktif dalam upaya advokasi terhadap persoalan perdagangan manusia di Batam, Kepri.&nbsp; 
Tak hanya membela hak-hak korban, ia juga turut berupaya memperjuangkan keadilan hukum bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut.&nbsp;

Kali ini ia menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam terhadap Jaksa Penuntut Umum Kajati Kepri. Ia pun membeberkan sejumlah kronologi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Batam.

Kala itu, Jumat tanggal 2 Agustus 2019 sekitar pukul 02.00 WIB terjadi sebuah peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana perdagangan orang di The Exotic Pub &amp; Karoke, Kec. Lubuk Baja Batam. Kabarnya pun segera ramai di media sosial.

Hal ini kemudian menarik perhatian Romo Satur untuk mengungkapkan tabir eksploitasi manusia yang terjadi di sana. Berkat bantuan Kepolisian daerah Kepri, maka dua orang tersangka berhasil diciduk. Mereka adalah Ahmad Junizaf Bin H. Junet Ilyas Sangadji dan Amran Hasibuan.

&ldquo;Dalam mengikuti kasus ini, kami sangat mengapresiasi kerja Polisi Daerah Kepulauan Riau yang bergerak dengan cepat menjawab laporan masyarakat atas dugaan adanya praktek tindak pidana perdagangan orang di tempat tersebut,&rdquo; ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima REQnews.&nbsp;

Namun, keberhasilan pihak kepolisian malah terhenti di Kajati Kepri. Kata Romo Satur, kerja para jaksa di sana sangat lamban, terkesan sengaja menunda kasus ini serta membuat seolah kasus ini tidak memiliki unsur tindak pidana perdagangan orang.&nbsp;

Maka untuk memastikan dugaan ini, ia bersama timnya telah melakukan kajian-kajian hukum. Kajian tersebut dikoordinasikan dengan para penyidik Polda Kepri baik dalam bentuk diskusi maupun seminar, bahkan penindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan orang di Batam.&nbsp;

&ldquo;Kami mencoba mencari tahu mengapa sampai saat ini kasus ini belum dinyatakan lengkap (P21). Dalam usaha kami itu, kami mengetahui bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam pengembalian berkas perkara (P19) menganggap bahwa unsur-unsur pasal yang disangkakan belum memenuhi unsur TPPO. Padahal menurut hemat kami perkara ini sangat memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang sebagaimana disebutkan dalam pasal 2, 13 UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,&rdquo; katanya.&nbsp;

Menurut Romo Satur, jaksa tersebut tidak memahami UU TPPO, terutama pasal 2, 13 yang termasuk dalam pasal yang disangkakan. Ia juga berpendapat bahwa jaksa sengaja menghilangkan unsur, padahal semua unsur dari pasal dua yang disangkakan sudah cukup jelas terbukti dan cukup untuk ditingkatkan ke pengadilan.&nbsp;

&ldquo;Peristiwa ini membuat kami bertanya, seberapa serius Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tnggi Kepulauan Riau mau menegakkan hukum bagi para korban tindak pidana perdagangan orang dan memahami undang- undang tindak pidana perdagangan orang?,&rdquo; ujar dia sedih. 
Ia pun menjadi sangat prihatin dan menjadi semakin pesimis dengan oknum kajati Kepri, apalagi dengan mengingat kasus yang masih sangat segar dalam ingatannya di tahun di 2018 itu.&nbsp;

&ldquo;Menurut kami, kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau telah mempertontonkan ketidakprofesionalan dalam menangani kasus tindak pidana perdagangan orang terhadap tuntutan yang berbeda antara pelaku utama tindak pidana perdagangan orang dan &nbsp;pekerja lapangananya (Kasus J. Rusna, dengan nomor perkara 890/Pid.Sus/2018/Pn Btm, dengan Jaksa Penuntut umum samuel Pangaribuan),&rdquo; katanya.

Maka ia pun berharap agar para jaksa perlu meningkatkan kinerjanya. Jaksa adalah pengacara negara yang dibayar oleh rakyat untuk membantu para korban dalam menegakkan keadilan dan memperjuangannya. Apalagi kejahatan perdagangan orang adalah kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) yang merendahkan harkat dan martabat manusia.&nbsp;

&ldquo;Besar harapan kami kejaksaan tetap menjadi andalan sebagai &nbsp;lembaga yang terhormat yang menjunjung integritas dan profesionalitas yang bermartabat untuk tegakknya keadilan di negara ini. Semoga menjadi perhatian dari Jaksa Agung Republik Indonesia, agar melakukan tindakan yang perlu demi terciptanya keadilan yang baik dan bermartabat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih,&rdquo; ujarnya Mengakhiri. (Binsasi) 
&nbsp;

Wahai Jaksa Agung, Tolong Periksa Kinerja Kajati Kepri yang Tunda Kasus Perdagangan Orang

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi