JAKARTA, REQnews - Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset entitas usaha maupun rekening efek terkait kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Bahkan total aset maupun rekening yang disita penyidik mencapai ratusan.
Sayangnya, tindakan korps Adhyaksa tersebut dipertanyakan ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Hendry Julian Noor. Yakni apakah yang telah dilakukan Kejagung tersebut telah dapat dikatakan memenuhi tujuan perlindungan hukum.
Pasalnya, ketika berbicara tentang penyitaan, maka pada dasarnya kita sedang berbicara tentang penggunaan salah satu kewenangan negara yang telah secara tegas dan jelas diatur dalam KUHAP. Khususnya Pasal 39 yang mengatur sebagai berikut:
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:&nbsp;
1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;&nbsp;
2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;&nbsp;
3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;&nbsp;
4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;&nbsp;
5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Dengan mengutip pendapat Eddy Hiariej dalam bukunya Teori dan Hukum Pembuktian, hukum acara adalah suatu rezim hukum yang sangat lekat dengan sifat formalisti dan sifat keresmian, serta penegakan asas-asas lex scripta, lex certa, serta lex stricta. "Yang apabila hendak disederhanakan, bahwa hukum acara itu harus dilaksanakan secara tegas dan tidak boleh ditafsirkan lain dari pada apa yang sudah tertulis," kata Hendry kepada REQnews di Jakarta, Minggu 16 Februari 2020.
Tegasnya, apabila ditemukan bahwa upaya penyitaan tersebut tidak dilakukan bersesuaian dengan ketentuannya, maka demi hukum apa yang dilakukan oleh Kejagung tersebut dapat dikatakan pelanggaran terhadap asas-asas dalam hukum acara.
Bahkan dalam konteks hukum administrasi negara, meminjam pendapat Marwan Effendy, ditegaskan olehnya bahwa Kejaksaan berada pada ranah eksekutif. Sehingga menjadi salah satu bagian dari pemerintah dalam fungsi menegakkan hukum.
"Dalam hal kasus Jiwasraya, perlu diingat bahwa tugas utama Eksekutif adalah terwujudnya bestuurzorg, atau kepentingan umum yang terlingkupi di dalamnya," ujarnya.
Dapat ditafsirkan sebagai suatu perusahaan asuransi, maka patut diduga yang paling berkepentingan dan bahkan seharusnya yang harus diutamakan dan/atau dilindungi kepentingannya adalah pemegang polis itu sendiri.&nbsp;
"Pertanyaannya, apakah yang telah dilakukan oleh Kejagung tersebut telah dapat dikatakan memenuhi tujuan perlindungan tersebut? Jika jawabannya tidak, maka demi hukum dan keadilan, seharusnya ada acara lain yang harus ditempuh oleh Kejagung untuk kemudian dapat memberikan perlindungan bagi para pemegang polis tersebut," ujarnya.
"Perlu diingat, bahwa salah satu tujuan penegakan hukum, adalah tidak semata mewujudkan kepastian hukum, namun sedapatnya juga harus mewujudkan keadilan dan kemanfaatan hukum," katanya lagi.
Sebelumnya, mantan Kepala Pusat Pemulihan Aset Kejagung, Chuck Suryosumpeno mengusulkan agar program pemulihan aset kasus Jiwaaraya perlu dilakukan seiring dengan proses hukum yang saat ini sedang berjalan. "Dengan dilakukannya program pemulihan aset yang akuntabel, maka hak tersangka atas aset tersebut juga tidak terlanggar," kata Chuck saat ditemui redaksi di Rutan Cipinang, Jumat 14 Februari 2020.
Pakar Pemulihan Aset Indonesia ini pun mengimbau kepada para penyidik untuk berhati-hati dalam melakukan program pemulihan aset, terutama saat penyitaan.
Ia beralasan, karena pemulihan aset pada intinya tidak merusak bisnis di atas aset tersebut. "Patut digarisbawahi, bahwa nalar hukum seringkali bertentangan dengan nalar ekonomi, benturan kedua nalar ini akan bermuara pada asas keadilan," ujarnya.
Mantan jaksa yang pernah berprestasi memulihkan aset negara Rp 3,5 triliun ini menambahkan bahwa masih banyak cara asset management system yang bisa dilakukan. Sehingga aset nya tidak berpindah tangan dan bisnisnya tidak rusak.
"Kegaduhan atas proses penegakan hukum dapat dihindari dan perekonomian negara tidak menjadi pertaruhannya," kata dia.

Diduga 'Serampangan' Sita Aset Kasus Jiwasraya, Kejagung Langgar Asas KUHAP

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi