JAKARTA, REQnews -&nbsp;Penunjukkan Warih Sadono diangkat menjadi&nbsp;Staf Ahli bidang Implementasi Kebijakan Strategis, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada&nbsp;Selasa, 3 Maret 2020 lalu menimbulkan kontroversial.
Banyak yang menilai, track record mantan Kajati DKI tersebut belum pantas untuk duduk di posisi strategis KementeriN BUMN. Apalagi Menteri BUMN Erick Thohir sepertinya menutup mata rekam jejak Warih selama berkecimpung di lingkungan kejaksaan.
Justru yang ditonjolkan adalah pengalamannya saat bertugas sebagai Direktur penuntutan di KPK.&nbsp;
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpendapat, alasan track record Warih selama bertugas di lingkungan Kejati DKI Jakarta tak ditonjolkan karena memang kinerjanya mengecewakan dan dianggap sebagai noda dalam karirnya.
Eks Inspektur IV pada Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung ini pernah diduga membiarkan praktik suap tumbuh subur di antara para bawahannya.
&ldquo;Banyak kasus OTT yang terjadi di masa kepemimpinannya. Bahkan terjadi dua kali. Artinya dia tidak bisa diandalkan dan tak menjalankan pengawasan (kepada bawahannya) dengan baik,&rdquo; ujarnya&nbsp;menjawab REQnews di Jakarta, Senin 9 Maret 2020.
Akibat 'dosa' yang dilakukan Warih saat menjabat sebagai Kajati DKI, lanjut Boyamin, maka dia yang seharusnya dipromosikan menjadi Jaksa Agung Muda akhirnya dibatalkan.
&ldquo;Maka dia hanya mendapat jabatan selevel inspektur. Itu seperti diberikan mosi, seperti bentuk sanksi (dari Kejagung),&rdquo; katanya.
Bonyamin juga sangat menyayangkan pengangkatan Warih menjadi staf ahli karena secara tak langsung &lsquo;membunuh&rsquo; niat baik Erick Tohir untuk melakukan aksi bersih-bersih di lingkungan BUMN.
&ldquo;Maka tujuan awal untuk membersihkan BUMN dari sisi integritas dan kapasitas menjadi kurang. Wong, dengan integritas hebat saja belum tentu berhasil, apalagi dengan integritas (Warih) yang diragukan seperti ini,&rdquo; katanya.
Maka menurut Bonyamin, pengangkatan Warih sebagai staff khusus Erick Tohir kurang pas. &ldquo;Ini eselon I lho, bukan jabatan main-main dalam posisi. Tapi karena uda terlanjur dilantik ya kita kawal bareng-bareng aja, gitu ya,&rdquo; ujarnya.
Seperti diketahui, selama Warih menjabat sebagai Kajati DKI, tercatat ada beberapa orang jaksa terkena OTT KPK. Salah satu yang masih segar di ingatan adalah soal kasus suap yang menimpa dua jaksa di lingkungan Kejati DKI akhir 2019 lalu.
Keduanya adalah Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI berinisial YRM dan Kepala Subseksi (Kasubsi) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Aspidsus Kejati DKI berinisial FYP. Mereka diduga menerima suap Rp1 miliar dari mantan manajer PT Dok Perkapalan Koja Bahari (Persero).
Jika mundur ke bulan Juni 2019, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Agus Winoto (AWN) juga tersandung kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp 200 juta.
Suap tersebut diberikan kepada Agus untuk meringankan tuntutan terkait perkara yang tengah berproses di PN Jakarta Barat.

MAKI: Pengangkatan Warih Bikin Program Bersih-bersih BUMN Ternoda

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi